Rasa penasaran dapat membunuhmu.
Ungkapan itu tak lagi terasa janggal, bahkan kali ini sama sekali tak dapat dibantah. Jemarinya gatal. Continue reading
Rasa penasaran dapat membunuhmu.
Ungkapan itu tak lagi terasa janggal, bahkan kali ini sama sekali tak dapat dibantah. Jemarinya gatal. Continue reading
—
“Kau…” katanya. Kepala Hyukjae terangkat, sementara sepasang maniknya menatap Jiyoo. Gadis itu memberi anggukan singkat. “Iya, kau.” Continue reading
—-
Victoria melirik lelaki yang duduk santai di sofa abu-abunya. Sambil mengerutkan kening kesal, ia melipat kedua tangan di depan dada. Dalam hati ia sudah memutuskan akan mengabaikan lelaki ini mati-matian. Dengan siap siaga menjaga ekspresi wajahnya, Victoria yakin lelaki itu tidak akan tahan.
Lelaki yang menghembuskan napas panjang itu kini membiarkan sepasang maniknya memandang Victoria. Untuk kesekian kalinya, tebakan Victoria tepat. “Kau menang. Apa yang kau inginkan?”
“Tepati janjimu,” ujarnya singkat. Victoria melihat keengganan yang tersirat di kedua mata lelaki itu. “Cho Kyuhyun-nim, kau sudah kalah. Kau ingat, kan, taruhan kita tadi?” Continue reading
Jalan setapak di taman ini dihiasi daun-daun gugur berwarna cokelat. Langit kota Seoul berubah mendung sementara angin lembut menerbangkan daun-daun yang berserakan. Daun cokelat yang berguguran terasa kontras dengan daun berwarna merah yang masih tergantung indah di pohonnya.
Seorang gadis terduduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu. Ia menggigil; bukan karena dingin, tapi karena sesuatu menyesakkan dadanya dari dalam.
Segala hal tentang musim gugur tahun ini tak begitu menarik perhatiannya. Ia tak ingin menikmati atau mencaci musim ini. Ia hanya ingin melupakan kenangan di musim gugur. Kenangan buruk.. Continue reading