Marry Yoo! [3rd Step]

[3] The Point

“Aku sudah melamarmu, Choi Jiyoo…”

1:45 PM

Jiyoo tak tersenyum saat Donghae menyambut dirinya dan Eunhyuk di depan rumah. Gadis itu lega ibu Donghae tak berada di luar. Hari ini hari keduanya di Korea dan tak satu pun dari kedua hari itu yang ringan. Jiyoo tak pernah merasa selelah ini secara fisik dan mental. Ah, terutama mental.

Eomma di dalam,” ujar Donghae. Senyumnya terlihat terlalu lembut –nyaris mengejek bagi Jiyoo.

“Donghae, kau tahu tentang ini, kan?” Jiyoo bersandar di mobil Eunhyuk.

Donghae memandang gadis itu sejenak kemudian mengalihkan perhatiannya pada Eunhyuk. Raut wajahnya berubah menjadi raut wajah bersalah. “Apa dia sudah bilang?”

“Apa saja yang kautahu?”

“Eunhyuk… yah, dia hanya ingin menepati janjinya.” Donghae mengangkat bahu. Sikap santainya itu membuat Jiyoo menggeram. “Dia ingin menikahimu. Apa itu hal yang buruk?”

Jiyoo menyipitkan mata. Kedua tangannya dilipat di depan dada. “Oh, tidak. Itu hal terbaik yang kudapatkan!” ujarnya sinis.

Untuk beberapa saat, Jiyoo menatap tajam Donghae dan Eunhyuk bergantian. Kedua lelaki itu menjebaknya secara tidak langsung. Perlu Jiyoo akui, cara mereka benar-benar cerdik. Siapa orang bodoh yang akan memanggil seorang gadis pulang hanya demi sebuah janji masa kecil?

Oh, Jiyoo tahu jawabannya! Eunhyuk.

Tak ada lagi orang yang cukup bodoh yang akan melakukan tindakan bodoh dengan mengusahakan semua hal hanya untuk meminta seorang gadis kembali ke negaranya demi sebuah janji bodoh selain Eunhyuk. Bodoh. Bodoh. Bodoh.

“Aku lelah!” seharusnya Jiyoo berteriak frustasi, tapi suaranya terdengar seperti sedang tercekik. Ia berjalan cepat memasuki rumah. Mulai saat ini, ia tak akan peduli pada semuanya. Eunhyuk, Donghae, dan lamaran bodoh itu.

Jiyoo tak terkejut saat melihat ibu Donghae berada di dapur. Wanita itu mengenakan atasan pastel lembut dan rok cokelat selutut. Senyumannya mengingatkan Jiyoo pada Donghae.

“Jiyoo?” ibu Donghae mendekat. Jiyoo tersenyum kaku. Rasanya waktu berlalu sangat lama sejak ia meninggalkan wanita itu. “Oh, kemarilah!”

Pelukan itu menyenangkan. Jiyoo tak perlu membohongi dirinya. Ibu Donghae memeluknya erat. Inilah sesuatu yang dibutuhkannya; pelukan penyambutan.

“Rambutmu basah. Apa kau kehujanan?”

Jiyoo menyentuh ujung rambutnya yang gelap. Mau tak mau, kejadian yang menyebabkan seluruh tubuhnya basah kuyup itu mengusiknya. Jiyoo menggigit bibir. “Ya, sedikit.”

“Sweater ini… milik siapa?” ibu Donghae memandangi sweater hijau yang membungkus tubuh Jiyoo. Mungkin terlihat jelas jika benda itu tak pas di badannya.

“Mm… seseorang bernama Eunhyuk,” ujarnya tak acuh.

Ibu Donghae mengerutkan kening. “Apa Eunhyuk masih ada di sini?”

“Dia… di luar bersama Donghae.” Oh, rasanya menyebalkan sekali harus diingatkan bahwa kedua orang itu masih ada di dekatnya. Jiyoo menghela napas. “Eomma, boleh aku langsung ke kamarku?”

“Tentu, tentu. Lantai dua, pintu kedua di koridor,” jawab wanita itu lembut. Saat Jiyoo hendak melewatinya, ia menahan lengan gadis itu. “Aku senang kau ada di sini, Jiyoo. Dan memanggilku ‘Eomma’ seperti dulu. Terima kasih sudah kembali.”

O-oh. Mendadak Jiyoo kesulitan menelan ludah. Ucapan terima kasih itu begitu tulus hingga membuat Jiyoo tak pantas menerimanya.

Jiyoo berusaha tersenyum, selebar mungkin agar ibu Donghae tahu ia juga merasa begitu. Ia berterima kasih karena sudah membiarkannya kembali. “Aku juga… senang ada di sini.”

Sungguh. Jiyoo ingin menambahkan kata itu.

—–

“Kau melamarnya.” Donghae bukan mengajukan pertanyaan.

Eunhyuk hanya mengangguk. Bibirnya melengkungkan senyuman aneh. Ia memang melamar gadis itu… dan menciumnya di tengah hujan.

“Lalu?”

“Lalu?” ulang Eunhyuk. Ia menarik napas dalam-dalam. “Kurasa dia butuh waktu. Apa kau bisa membujuknya?”

Donghae memiringkan kepalanya. “Aku sendiri tidak yakin apa dia akan membiarkanku hidup. Kau membuat nyawaku terancam.”

“Oh, ayolah. Dia tidak seseram itu. Kau berlebihan. Dia justru sangat,” Eunhyuk tersenyum lagi, “manis.”

Kata itu terdengar janggal untuk Donghae. Sesuatu yang baru disadarinya adalah Jiyoo mengenakan sweater kebesaran. Donghae tak akan salah. Sweater itu milik Eunhyuk.

“Kau melakukan apa lagi padanya, selain melamar?”

Eunhyuk mengangkat bahu. Beberapa detik berikutnya, ia bersin dan menggosok-gosok hidungnya. Donghae baru sadar rambut temannya itu basah. Dan kalau tidak salah, rambut Jiyoo juga dalam keadaan yang sama. Ia merasa ada yang aneh.

“Masuklah. Minum teh hangat sebelum kau pulang,” ajaknya.

“Aku menciumnya.” Eunhyuk berkata saat Donghae memunggunginya.

Donghae berbalik dengan cepat. Matanya melebar. “Me– Apa!? Kau… baru saja bilang kau apa?”

“Aku menciumnya. Di tengah hujan.”

“Oh… romantis sekali!” seru Donghae. Eunhyuk tahu Donghae bukan ingin melontarkan pujian. “Kau akan membuatku mati lebih cepat. Aku tidak yakin apa aku bisa masuk ke rumahku sendiri tanpa ada bom yang dilemparkan padaku sekarang.”

Eunhyuk tergelak. Kekhawatiran Donghae mungkin masuk akal, tapi jelas Eunhyuk tak merasa begitu. Jiyoo mengingatnya dan gadis itu juga tidak menolak. Gadis itu akan mempertimbangkannya. Eunhyuk tahu itu.

“Baiklah. Lebih baik kau masuk sekarang, jadi jika Jiyoo butuh seseorang untuk dijadikan menu makan makan malam, kaulah orang yang tepat!” Donghae terkekeh sambil merangkul pundak Eunhyuk.

Eunhyuk mendengus pelan. “Sungguh teman yang baik.”

—–

8:49 PM

Jiyoo tidak turun untuk makan malam. Tadinya ia akan sangat senang hati bergabung dan mengisi perutnya dengan masakan ibu Donghae. Jiyoo mengerucutkan bibir. Tentu saja ia akan turun untuk makan malam jika Eunhyuk tidak menerima ajakan makan malam dari ibu Donghae.

Jiyoo kelaparan. Jelas. Dan kepalanya pusing.

Hujan itu membuatnya sedikit tidak enak badan. Jiyoo menyentuh keningnya sendiri. Oh, tunggu dulu. Bukan hujan, tapi ciuman itu.

Jiyoo menelan ludah dengan susah payah. Tanpa sadar, ia meraba bibirnya. Ia masih merasakan setiap jejak bibir Eunhyuk. Jiyoo mengingat setiap tetes air hujan yang membasahi wajah mereka, rambut, dan tubuh. Semuanya terasa seperti mimpi.

“Boleh aku masuk?” suara ketukan pintu yang disusul suara Donghae itu membuat Jiyoo tersadar dari fantasi gilanya.

Donghae ada di depan pintu kamarnya. Jiyoo merengut. Ia tak mau bicara dengan temannya itu. Tidak setelah tahu bahwa Donghae juga berkomplot dengan Eunhyuk. Kenapa ia harus jadi satu-satunya orang yang tidak tahu soal lamaran itu?

“Kau boleh marah padaku, tapi kau harus makan.”

Ia melirik jam dinding. Pukul 9 malam. Oh, akhirnya ada yang peduli tentang makan malamnya. Hore! Jiyoo berpikir sinis.

“Aku hanya sendirian.” ujar Donghae lagi. Lelaki itu terdiam beberapa saat sebelum mengerang. “Ayolah… kau membuatku sangat sangat merasa bersalah.”

Dengan dengusan pelan, Jiyoo turun dari ranjangnya. Ia memutar kunci dan membuka pintu. “Bukankah seharusnya kau memang merasa begitu?”

Donghae tersenyum puas. Ia membawa nampan dengan piring berisi nasi, daging panggang, dan sedikit kimchi. “Makan malam!”

Jiyoo merebut nampan dari tangan Donghae. Gadis itu duduk di atas karpet, diikuti Donghae yang memilih tempat di sampingnya. Tanpa berkata apa-apa, Jiyoo mengangkat sumpit dan mulai makan.

“Dengar,” Donghae memulai, “kurasa pertama aku akan minta maaf soal Eunhyuk dan usahanya untuk membawamu pulang. Aku tahu dia sangat ingin menepati janji kecil kalian. Jadi, aku membantunya.”

“Khenapah?” mulut Jiyoo penuh dengan daging.

Donghae tertawa sebelum menerima lirikan tajam dari Jiyoo. Ia berdeham, “Karena dia adalah Eunhyuk.”

Jawaban itu sama sekali bukan jawaban yang Jiyoo diinginkan. Gadis itu meletakkan sumpitnya. “Jadi kenapa kalau dia adalah Eunhyuk!? Apa yang membuat hal itu berbeda? Kau membantunya hanya karena dia adalah Eunhyuk? Yang benar saja!”

“Jiyoo, tahukah kau kalau Eunhyuk selalu menganggapmu istimewa?”

Jiyoo tak mau repot-repot menatap Donghae. Haruskah ia tahu? Oh, tidak. Tidak perlu, tidak harus. Sebelum ini ia bahkan tak mengingat lelaki itu.

“Kurasa dia sangat menyukaimu,” gumaman Donghae mulai terdengar lirih. “Aku tidak akan mau membantunya membawamu pulang jika aku tidak menganggapnya sebagai laki-laki yang baik untukmu.”

Mwoya, kau sedang bertindak sebagai ayah sekarang?”

Donghae tak tertawa. Ia bahkan tak merasa ucapan itu adalah lelucon. Jiyoo tetap tak mau memandangnya.

“Kau sadar tidak, dia satu-satunya orang yang mengenalimu di bandara.”

Terima kasih banyak sudah mengingatkan. Jiyoo merutuk dalam hati. “Dan aku mempermalukan diriku dengan mengira dia adalah dirimu.”

“Ya, kau memanggil Eunhyuk dengan sebutan Lee Donghae. Dia pasti kesal.” Donghae tertawa kecil. “Tapi, tahukah kau betapa mengagumkannya dia? Kaupikir ada berapa orang yang bisa langsung mengenali orang yang sudah pergi selama 12 tahun?”

Jiyoo menelan ludah. “Lalu? Kau mau aku memberikan piagam penghargaan padanya?”

Kalimat tajam ala Choi Jiyoo. Donghae tak heran ia tak terkejut dengan semua itu. “Apa kau kesal karena dia menciummu?”

Ini dia! Darah Jiyoo perlahan-lahan merambati wajahnya. “Yah! Dia bilang itu padamu!?”

“Kurasa memang ada yang aneh dengan kalian tadi siang, jadi aku bertanya dan dia menjawab. Hanya itu. Sama sekali tidak ada yang illegal.” Donghae tersenyum nakal. Rasanya Jiyoo ingin melemparkan sesuatu ke wajah lelaki itu. “Kau bertingkah seolah dia mencuri ciuman pertamamu. Atau… itu memang ciuman pertamamu?”

“Tentu saja bukan!” pekik Jiyoo. Ia memukul lengan Donghae sekuat tenaga hingga lelaki itu mengaduh. “Dia… dia menciumku di tempat umum.”

Jiyoo menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. Memori ciuman di tengah hujan itu kembali menari-nari. Sial sekali. Jiyoo tak bisa berhenti memikirkan hal itu sejak tiba di sini.

“Dengar, aku akan mewakilinya minta maaf untuk yang itu,” ujar Donghae. “Aku juga akan mengingatkannya untuk tidak melakukan itu lagi.”

“Oh, kau baik sekali, sungguh.” Jiyoo mendengus.

Donghae tertawa nyaring. “Tapi, kuharap kau bisa memikirkannya.”

Apa, apa yang harus dipikirkannya? Jiyoo menyipitkan mata. Ciuman itu? Oh, jangan khawatir. Tanpa disuruh pun, ia sudah melakukannya kira-kira dalam 7 jam terakhir.

“Lamaran itu… Eunhyuk sudah mempersiapkannya sejak dua tahun yang lalu. Saat dia mendapat pekerjaan, dia menabung untuk membelikan cincin yang sekarang terikat di sepatumu.”

Benarkah? Lalu Jiyoo harus apa? Melompat gembira karena ada seseorang yang rela menabung untuknya?

“Dia serius, Jiyoo.” Donghae menjepit sehelai daging dan meminta Jiyoo memakannya. “Jika ada jaminan yang bisa kuberikan, itu adalah keseriusan Eunhyuk.”

Jiyoo mengunyah dagingnya lambat-lambat. Nasinya bahkan belum habis setengah dan sekarang ia sudah kehilangan napsu makan. Jiyoo sepertinya memiliki pikiran yang sama dengan Donghae.

Bahwa Eunhyuk memang serius.

Tangan Donghae terangkat untuk menyentuh kening Jiyoo. Gerakan itu terlalu wajar hingga rasanya menyenangkan. “Kau agak demam. Istirahatlah.”

“Apa dia sudah pulang?”

“Eunhyuk?” Donghae tersenyum miring. Kedua matanya bersinar jenaka. “Sudah. Jangan khawatir, kau akan bertemu lagi dengannya besok.”

Jiyoo mendengus. “Bukan itu maksudku. Aku akan mengembalikan cincin itu tanpa melepaskannya dari sepatuku. Aku akan menyumbangkan sepatuku untuknya.”

“Oh, kau tidak akan melakukannya.”

“Aku akan melakukannya.”

Donghae tergelak. “Benarkah?” Ia menatap wajah Jiyoo, mencoba membaca raut wajahnya. “Kau tidak akan melakukan itu. Aku tahu.”

“Memangnya apa yang kautahu!?”

“Sepatu itu satu-satunya sepatu yang kaubawa dan kurasa itu sepatu kesukaanmu, jadi–“

Oh, Jiyoo benci bagaimana Donghae tahu semua hal. “Baiklah, mungkin aku tidak akan melakukannya.”

Rasanya sulit bagi Donghae untuk tak tertawa lagi. “Oh, mau kuberi tahu sesuatu yang menarik?” Jiyoo mengernyitkan alis. “Selama 12 tahun terakhir, ini pertama kalinya Eunhyuk mencium seorang gadis.”

—–

10:23 PM – Seoul

Eunhyuk melangkah santai memasuki rumahnya. Lampu ruang tengah sudah padam. Ibu dan kakaknya mungkin sudah ada di kamar masing-masing. Eunhyuk tak ingin memeriksa apapun, jadi ia langsung menyusuri tangga dan masuk ke kamarnya.

Aneh sekali. Seharusnya ia kelelahan. Seharian ini ia hanya menyetir, makan sebentar di rumah Donghae lalu kembali menyetir untuk pulang.

Eunhyuk rasa sekarang dirinya terlalu bersemangat untuk bisa merasa lelah. Ia sudah melakukannya. Lamaran itu.

Seharusnya ia cemas, tapi ia justru lega. Eunhyuk yakin Jiyoo akan menerimanya. Bukan hanya karena Donghae akan membantunya, tapi karena Eunhyuk tahu Jiyoo sedang mempertimbangkannya.

Setelah berbaring di tempat tidurnya selama beberapa menit, Eunhyuk sama sekali tak bisa tidur. Lelaki itu meninggalkan kamarnya dan kakinya membawanya ke depan kamar tamu yang ditempati Jiyoo. Sepertinya ia tahu kenapa ia tak bisa memejamkan mata.

Eunhyuk merindukan gadis itu. Lagi.

Dengan satu sentakan pelan, Eunhyuk memasuki kamar tamu. Ruangan itu lebih kecil dari kamarnya sendiri. Nuansa emas dan biru muda mendominasi. Dan hal yang paling mengagumkan adalah Eunhyuk bisa menghirup aroma Jiyoo di sana.

Eunhyuk duduk di ranjang, menyapukan telapak tangannya di atas selimut. Jiyoo tidur di sini. Memikirkan itu membuat Eunhyuk berbaring di ranjang.

Imaji tentang ciuman di bawah hujan mengusik memorinya. Semuanya terasa seperti mimpi. Bibir gadis itu, rambutnya yang basah, dan kulit Jiyoo yang dingin sekaligus lembut. Eunhyuk rela membayar 12 tahun demi mendapatkan semua itu lagi.

“Yoo…”

Eunhyuk berharap Jiyoo kembali mengijinkannya masuk ke dalam lingkaran hidupnya. Seperti dulu. Saat dalam hidupnya hanya ada Donghae, Jiyoo membiarkan Eunhyuk mengisi salah satu ruang kosongnya.

Satu-satunya hal yang menarik adalah Eunhyuk sama sekali tak bisa keluar dari ruang itu. Ia terjebak dalam hidup Jiyoo. Dan sepertinya Eunhyuk tak menyesal. Sama sekali.

Kedua matanya terpejam sementara ia memeluk bantal. Eunhyuk menghirup dalam-dalam segala jejak Jiyoo yang tertinggal di sini.

—–

The next day – Incheon

“Aku bisa mengantar Jiyoo ke Seoul,” ujar Eunhyuk di depan rumah Donghae. Ia menempelkan ponsel ke telinga kanannya. “Terlambat, Lee Donghae. Aku sudah di sini.”

Omelan Donghae membuat Eunhyuk harus menjauhkan ponselnya. Ia tak heran kenapa temannya itu tak memiliki hubungan yang lama dengan gadis mana pun. Donghae sangat cerewet untuk ukuran seorang lelaki.

Eunhyuk menunggu, bersandar di audinya dengan santai. Ia bahkan bersenandung ringan. Jika ada rekor bangun pagi untuknya, ia baru saja memecahkan rekornya sendiri.

Pukul 5 pagi ia terbangun di kamar tamu. Tanpa banyak menghabiskan waktu di ranjang seperti yang biasa dilakukannya, ia bersiap-siap dan kembali mengemudi ke Incheon. Perjalanan satu setengah jam ditempuhnya dalam waktu satu jam.

Dan disinilah ia. Di depan rumah Donghae. Menunggu Jiyoo.

“Kau akan membuatnya kesal!” seru Donghae saat lelaki itu merapikan kemejanya. Ia mengamati Eunhyuk dari atas hingga ke bawah. “Kau… tampak lain.”

Eunhyuk tertawa angkuh. “Aku baru saja membuat diriku menjadi direktur muda yang datang sangat pagi.”

“Jiyoo!” panggil Donghae. Gadis itu berjalan ke arah mereka. Wajahnya ditekuk. Donghae tahu itu bukan hal yang baik. “Eunhyuk mau mengantar kita ke Seoul. Baik sekali, bukan?”

“Bukan.”

Jawaban Jiyoo membuat Eunhyuk dan Donghae menahan tawa. Gadis itu merengut. Tanpa menunggu apapun, ia masuk dan menempati kursi belakang.

“Sudah kubilang dia akan sangat kesal,” bisik Donghae.

Eunhyuk mengangkat bahu santai. “Bukan masalah. Itu spesialisasiku.”

—–

Jiyoo kesal setengah mati. Jika hari ini ia akan mengurus beberapa masalah akademis di kampusnya yang baru, itu bukan hal yang sulit. Jiyoo selalu punya Donghae yang akan melakukan itu untuknya.

Selesai dengan masalah kampus baru, Jiyoo mulai merasa tak nyaman. Jika hari ini ia juga harus melihat perusahaan tempatnya magang, itu berarti ia harus pergi bersama Eunhyuk. Jiyoo tahu hal itu sama sekali tak terelakkan.

Dengan kenyataan bahwa Donghae harus turun di tempat kerjanya, Jiyoo merasa ingin pulang saja. Ia tak akan bisa bertahan dengan Eunhyuk hingga waktu makan siang nanti. Ah, jika lelaki itu akan mengantarnya ke Unihealth, bukankah Jiyoo juga akan mendapat tatapan aneh dari orang-orang di sana?

Jiyoo baru saja melupakan hal yang satu itu. Bagaimana tanggapan orang-orang di Unihealth jika ia datang bersama direktur mereka?

Saat Eunhyuk memarkir mobilnya, Jiyoo mulai panik. Lelaki itu menoleh ke samping, memandangnya. “Kau baik-baik saja?”

“Aku… kurasa lebih baik kau turun duluan.”

Wae?”

Jiyoo menggigit bibir. “Aku… nanti… orang-orang di sini bisa…”

“Aah…” Eunhyuk mengangguk mengerti. Jiyoo berharap lelaki itu benar-benar mengerti dan membiarkannya melakukan ini dengan caranya sendiri. “Ayo turun.”

Bodoh! Jiyoo memaki dalam hati. “Kau tidak mengerti!? Semua orang bisa membicarakanku!”

“Lalu?”

“Semua orang bisa memandangku rendah karena aku masuk ke sini dengan koneksi seorang direktur. Tidakkah kau tahu seberapa buruknya itu?”

Eunhyuk mengempaskan diri ke kursi. Ia menatap Jiyoo dengan tatapan yang tak bisa diartikan. “Kaupikir kau masuk ke sini karena aku?”

“Memangnya apa lagi?” balas Jiyoo.

“Kau sangat… sangat lucu. Sebelum kau diterima di sini, aku bahkan hanya pegawai biasa di perusahaan lain. Aku baru minta dipindahkan ke sini saat pamanku bilang dia menerima beberapa tesis penelitian dari gadis bernama Choi Jiyoo,” Eunhyuk mengerang frustasi. “Kaupikir aku akan memasukkanmu ke sini hanya karena aku ingin? Oh, aku pasti sangat hebat.”

Jiyoo berpikir tanpa mengucapkan apa-apa. Apakah seharusnya ia minta maaf?

“Kalau kau mau, kau bisa turun lebih dulu. Aku akan menuruti keinginanmu.”

“Aku…” Jiyoo mendesah. Haruskah Eunhyuk membuatnya merasa bersalah seperti ini? Gadis itu menggeleng. “Baiklah.”

Eunhyuk memalingkan wajah ke luar jendela. Rasanya sedikit menyedihkan jika Jiyoo berpikir seperti itu. Eunhyuk tak suka jika gadis itu tak merasa percaya diri dengan kemampuannya sendiri. Kenapa Jiyoo bisa berpikir bahwa tesisnya tak cukup layak di perusahaan ini?

Yah,” panggil Jiyoo. Ia merasa buruk sekali saat melihat ekspresi terluka seperti itu di wajah Eunhyuk. “Sini, kuperbaiki dasimu.”

Eunhyuk langsung menoleh. Dasi, katanya? Lelaki itu memandang Jiyoo. Ia bahkan tak berkedip saat Jiyoo mendekat padanya. Aroma lavender merebak dari tubuh gadis itu. Eunhyuk memejamkan mata dan menghirupnya dalam-dalam.

“Kau sedang minta maaf ya?” tanya Eunhyuk.

Jiyoo mengabaikan lelaki itu. Dengan cekatan, ia merapikan dasi merah marun yang dikenakan Eunhyuk. Jantungnya berdebar tak karuan lagi. Tubuhnya berada terlalu dekat dengan lelaki itu.

“Aku mengerti,” Eunhyuk tersenyum puas. “Turunlah.”

—–

Bagian penanggungjawab produk. Langkah Jiyoo terhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu kaca. Seharusnya ia melapor di bagian itu. Dengan tarikan napas panjang, Jiyoo mengetuk pintu.

“Masuk,” suara lelaki.

Jiyoo mendorong pintu dengan kuat. Hidungnya mencium aroma cokelat yang menyenangkan dari ruangan itu. Ia memberi salam, membungkuk sambil tersenyum. “Annyeong haseyo.”

Lelaki itu mengenakan kemeja putih dengan dasi biru tua. Jiyoo menebak usianya sama dengan Donghae dan Eunhyuk. Ia tersenyum. “Kau… salah satu pemilik tesis yang diterima di sini?”

“Ya.” Jiyoo mengangguk pelan. Apa itu artinya bukan hanya dirinya yang menjadi pegawai magang di sini? Donghae atau Eunhyuk tak mengatakan apa-apa.

“Silakan duduk,” lelaki itu tampan, jika Jiyoo boleh memuji. “Namaku Jung Daehyun, kepala bagian penanggungjawab produk. Kau akan bekerja di bagian ini di bawah tanggung jawabku.”

Jiyoo mengangguk sopan. Bagian penanggungjawab produk, setidaknya ia berharap bagian itu tak akan terlalu banyak berurusan dengan direktur mereka. Jiyoo memandang sekeliling. Mungkin di bagian ini hanya ada satu kepala bagian dan pegawai magang.

Ah, dan bukankah tadi kepala bagian ini bilang ia bukan satu-satunya pegawai magang?

“Selamat pagi,” suara ketukan pintu bersamaan dengan seorang gadis membuat Jiyoo menoleh ke belakang. “Aku… Song Chaerin, pegawai magang yang… disuruh melapor ke sini.”

—–

Eunhyuk termenung menghadap layar komputer di depannya. Jika Jiyoo bersedia merapikan ikatan dasinya setiap pagi, Eunhyuk akan membuatnya berantakan secara rutin. Aroma gadis itu sungguh menyenangkan. Dan cara Jiyoo minta maaf sangat manis.

“Kau membuatku frustasi,” gumamnya. Eunhyuk harus menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia ingin mengajak Jiyoo makan siang bersama. Sebenarnya ia juga harus mengajak Donghae agar Jiyoo tak menolak.

Melalui ruangannya yang dilapisi kaca bening, lelaki itu sesekali mengintip ke luar. Seharusnya meja Jiyoo ada di depan ruang bagian penanggungjawab produk, dan seharusnya itu berarti meja Jiyoo berada tepat di depan ruangannya sendiri. Eunhyuk yakin seharusnya begitu.

Tetapi sialnya, satu meja yang menghadap ke ruangannya ditempati gadis lain. Eunhyuk bisa melihat Jiyoo terhalang gadis itu.

“Permisi,” ketukan pelan itu membuat Eunhyuk kembali ke layar komputernya.

“Daehyun-ah,” serunya.

Jung Daehyun tersenyum singkat. Lelaki itu berusia 2 bulan lebih muda dari Eunhyuk. Sambil menarik kursi, Daehyun meletakkan beberapa arsip warna-warni. “Ini beberapa rencana dari pengembangan produk. Aku sudah memilih beberapa dan kau bisa langsung menandatanginya.”

“Baiklah,” Eunhyuk memain-mainkan pena di tangannya. “Mm… pegawai magang yang ada di bagianmu sudah melapor?”

Daehyun mengangguk. Ia memisahkan dua map berwarna sama dari meja Eunhyuk. “Keduanya sudah melapor padaku tadi. Ah, dua-duanya perempuan. Usianya sama.”

“Lalu… yang berasal dari Amerika itu… di mana mejanya?”

“Ya? Choi Jiyoo?” lelaki yang berhadapan dengan Eunhyuk itu tampak linglung sesaat. “Dia… kurasa dia ada di depan ruanganmu.”

Eunhyuk berdeham. “Tapi kurasa aku hanya melihat salah satu pegawai magang yang bukan Choi Jiyoo. Bisa kau buat mejanya menghadap ruanganku saja?”

“Eh?” Daehyun mengerutkan kening, bingung. “Hyuk, apa… kau mengenalnya?”

“Dia teman dari temanku. Kurasa aku harus mengawasinya secara khusus,” Alasan tolol! Eunhyuk memaki dalam hati. “Pokoknya, aku mau melihatnya bekerja dengan baik mengingat dia masih harus melanjutkan kuliahnya bersamaan dengan pekerjaannya di sini.”

Daehyun bingung tapi sepertinya ia tak bisa mengatakan apapun. “Aku mengerti.”

Setelah Daehyun meninggalkan ruangannya, Eunhyuk mengikuti lelaki itu melalui tatapannya. Daehyun berjalan ke meja Jiyoo dan gadis lain yang juga menjadi pegawai magang. Sepertinya Daehyun melakukan perintahnya dengan baik.

Eunhyuk tersenyum puas. Jiyoo benar-benar pindah meja tepat ke depan ruangannya. Senyum Eunhyuk makin terkembang saat gadis itu meliriknya dengan tajam.

—–

“Kekanak-kanakan,” komentar Jiyoo singkat. Ia berharap Eunhyuk yang sedang mengemudi di sampingnya bisa mendengar.

Sepertinya lelaki itu lebih suka mengacuhkannya. Jiyoo mendengus. Jika nanti kepala bagiannya mengira ada hubungan khusus antara direktur dan dirinya, Jiyoo akan memastikan Eunhyuk tak akan bisa memaksanya bekerja di perusahaan itu lagi.

Audi silver Eunhyuk melaju melintasi jalanan Seoul dan berhenti tepat di restoran mungil bernuansa merah muda. Jiyoo turun dari mobil tanpa menunggu Eunhyuk. Sejak pagi, lelaki itu sudah membuatnya kesal.

Jiyoo menghampiri Donghae yang sudah menunggu. “Temanmu menyebalkan.”

“Ya, selamat siang juga, Choi Jiyoo,” ujar Donghae riang. Ia membolak-balik buku menu di tangannya. “Mau makan apa?”

Jjajangmyeon, jjajangmyeon,” Eunhyuk menyela. Senyumnya terkembang dan Donghae tahu ia sangat terhibur dengan Jiyoo di dekatnya. Ia menarik kursi di samping Donghae.

Jiyoo melotot ke arah Eunhyuk. “Siapa yang bilang kau boleh memesankan makanan untukku?”

“Aku.”

“Kau tidak bisa melakukannya!”

Eunhyuk tersenyum menang. “Oh, aku baru saja melakukannya.”

“Sudahlah. Jjajangmyeon untuk 3 orang.” Donghae menengahi. Ia tak tahu akan jadi apa jika dua orang temannya ini terus-menerus dibiarkan berdua. “Jadi, bagaimana pekerjaan kalian?”

Sambil meneguk airnya, Jiyoo melirik Eunhyuk. “Direkturnya sangat aneh. Dia memindahkan mejaku tepat menghadap ke kaca ruangannya. Apakah menurutmu direktur itu sakit jiwa?”

Tawa Donghae meledak. Dengan berat hati, ia harus menundukkan kepala agar tak mengganggu pengunjung lain. Membuat Jiyoo pindah meja? Sangat Lee Hyukjae.

“Kalian harus rukun di kantor,” ujar Donghae saat tawanya berhenti.

Eunhyuk mengangkat bahu. “Aku selalu berusaha rukun dengannya. Kau tidak lihat aku bahkan sudah melamarnya agar dia tidak membuatku semakin sakit jiwa?”

“Lucu sekali.” Jiyoo merengut. Ia mengalihkan pandangannya pada Donghae. “Jadi, apa kau sudah mengurus masalah kampusku?”

Donghae mengangguk, mengangkat jempolnya dan tersenyum bangga. “Aku selalu melakukannya dengan baik. Kurasa karena kau mengambil pendidikan lanjutan, kau hanya perlu masuk tiga kali seminggu.”

Assa~ Donghae jjang!” seru Jiyoo. Ia mengabaikan tatapan tak suka Eunhyuk.

“Ah, aku lupa memberitahumu.” Donghae jelas mengabaikan Eunhyuk juga. “Eomma sedang ke luar kota selama seminggu atau lebih, dia bilang kau bisa tinggal bersama keluarga Eunhyuk di Seoul.”

Mata Jiyoo membelalak. “Apa!? Keluarga… Eunhyuk? Kenapa? Tidak mau!”

“Dengarkan aku, aku juga akan ada di Seoul, tapi–“

“Aku bisa tinggal denganmu!”

Eunhyuk menyela, “Tentu saja tidak bisa!”

“Kalian berdua, dengarkan aku,” Donghae berbisik sambil mencondongkan tubuh ke depan. “Aku akan tinggal bersama temanku di Seoul, dan temanku itu laki-laki, Jiyoo. Karena satu-satunya orang yang bisa menyediakan tempat tinggal adalah Eunhyuk, jadi kau harus tinggal di sana sementara. Hanya sementara sampai Eomma kembali. Oke?”

Jiyoo menggigit bibir. Pilihan di depannya sama sekali tak menyenangkan. Atau sebenarnya ia tak pernah punya pilihan? Gadis itu mendesah. “Kau bilang kau bisa menyewa rumah di Seoul.”

“Memang. Tapi itu butuh waktu,” Donghae mengangkat bahu santai. “Lagipula kau tetap tidak bisa tinggal bersamaku. Laki-laki dan perempuan dalam satu atap, apalagi perempuannya adalah dirimu. Eomma bisa membunuhku.”

“Tapi aku tidak menganggapmu sebagai laki-laki,” ujar Jiyoo tenang.

Donghae mendengus. “Bagus, kau bisa memanggilku ‘Eonni’ mulai sekarang.”

Jiyoo tergelak. Membayangkan situasi yang membuatnya memanggil Donghae sebagai Donghae Eonni sangat menggelikan. Mungkin akan luar biasa jika ia bisa mencobanya.

“Jadi,” Eunhyuk, yang sejak tadi merasa dipinggirkan, berdeham nyaring. “kapan dia bisa pindah ke rumahku?”

“Permisi, apa katamu tadi?” tanya Jiyoo jengah.

Eunhyuk menatap gadis itu lekat-lekat. “Aku bilang, kapan kau, Choi Jiyoo, bisa pindah ke rumahku?”

“Hari ini,” Donghae yang menjawab. Jiyoo menggenggam erat gelas airnya. Ia tak bisa bertanggungjawab jika gelas itu terbang ke wajah Donghae. “Aku tidak akan pulang ke Incheon, jadi kalau kalian mau mengambil barang di rumah, kalian bisa pergi tanpa aku.”

“Bagus! Ayo pergi ambil pakaianmu setelah kita makan,” seru Eunhyuk.

Donghae tersenyum tanpa menatap Jiyoo yang marah. Sepertinya ia sedikit puas karena setidaknya ada satu orang yang senang. Dan Donghae juga harus ekstra hati-hati karena ada satu orang yang marah. Sangat.

Padanya.

—–

Eunhyuk mengemudi tanpa suara. Hal yang membuatnya tak nyaman. Ia ingin bicara dengan gadis itu, tapi Donghae sudah melarangnya. Jiyoo yang sedang marah sama sekali tidak ramah. Eunhyuk harus mencatat hal itu baik-baik.

Mobilnya baru memasuki tol saat Eunhyuk kembali memasuki rest area. Setelah memarkir mobil pun, ia tak berniat turun dari mobilnya.

“Apa yang ingin kaukatakan?” tanyanya. Jiyoo membisu. “Aku akan mendengarkannya.”

Tatapan Jiyoo terpekur pada aspal di luar jendela. Ia ingin mengabaikan Eunhyuk sepenuhnya. Lelaki itu sudah keterlaluan. Donghae juga. Semua orang keterlaluan!

“Aku sama sekali tidak berkomplot dengan Donghae soal ini,” ujar Eunhyuk. Sepertinya itu akan menjadi awal penjelasannya yang panjang. “Aku tidak tahu Bibi akan pergi ke luar kota. Aku tidak tahu Donghae akan menetap di Seoul bersama temannya. Aku tidak tahu Donghae akan menyuruhmu tinggal di rumahku. Dan aku tidak tahu kenapa kau bisa sangat marah seperti ini.”

Jiyoo menoleh, menatap Eunhyuk dengan kedua mata yang disipitkan. “Kalian keterlaluan!”

“Apa?”

“Sejak awal kalian merencanakan semua hal di belakangku. Aku tidak tahu apa-apa bahkan sampai kejadian konyol kemarin. Dan kalian terus-menerus mendorongku hingga nyaris melampaui batasku sendiri.” jelas Jiyoo. Kedua matanya berkilat memancarkan kemarahan.

Eunhyuk menghela napas. Rasanya melelahkan jika harus meladeni perdebatan seperti ini.

“Aku bisa tinggal sendiri. Aku tidak akan membebani Donghae, Bibi, apalagi dirimu!”

“Kau tidak akan melakukan itu. Tidak ada yang akan tinggal sendiri. Kau akan melakukan semuanya sesuai caraku.” Eunhyuk serius. Tak ada yang bisa menghalangi caranya menangani sesuatu –atau seseorang.

Jiyoo merasa luar biasa terintimidasi. Seharusnya ia bukan orang yang bisa ditekan. Bahkan tidak oleh orang yang hanya berbekal janji masa kecil seperti Eunhyuk.

“Kau akan tinggal di rumahku.” Katanya. “Itu keputusan final.”

“Kau… kau sangat menyebalkan!”

Eunhyuk mengangkat bahu. “Terima kasih atas pujianmu.”

—–

Rumah Donghae kosong. Jiyoo sempat membaca pesan ibu Donghae yang ditempelkan di lemari es. Wanita itu akan pergi sekitar seminggu. Donghae tidak bercanda. Pikiran itu membuat kepala Jiyoo pening.

Gadis itu menaiki tangga, menunggu di kamarnya tanpa mulai menyiapkan koper. Sepertinya ia tidak ingin keluar lagi. Jika ia keluar, ia hanya akan bertemu lagi dengan Eunhyuk. Dan itu akan membuatnya lebih mual.

Saat mulai memasukkan pakaiannya, Jiyoo melihat selembar kertas memo di atas meja. Ia meraihnya, menerka ibu Donghae sebagai pengirimnya. Kenapa wanita itu meninggalkan memo di kamarnya juga?

Ada barang titipan untukmu.

Jiyoo mengerutkan kening. “Barang?”

Setelah lama melihat sekeliling, Jiyoo menemukan kotak aneh di bawah mejanya. Sepertinya benda itu tak ada di kamarnya semalam. Jiyoo juga tak ingat membawa kotak seperti itu dari Amerika.

Gadis itu duduk di atas ranjang. Ia menimbang-nimbang, haruskah ia membuka kotak itu atau tidak.

Pilihannya jatuh pada membuka kotak aneh itu. Ibu Donghae bilang ada barang titipan, jadi sudah pasti benda itu miliknya, bukan? Jiyoo membuka penutup atasnya perlahan.

Jika biasanya Jiyoo tak selalu terpesona pada sehelai gaun, kali ini ia sangat terpesona. Gaun itu berwarna putih dengan renda di sepanjang ujungnya. Modelnya jelas sudah lama, bukan gaya jaman sekarang. Jiyoo melihat kertas terselip di antara benda indah itu.

Milik ibumu. Disimpan hanya untukmu.

Tulisan tangan itu berbeda dengan tulisan tangan ibu Donghae. Jiyoo tak tahu orang lain yang memiliki tulisan tangan seperti itu. Ingatannya tentang orang-orang terdekat hanya sampai usia 10 tahun.

Jiyoo mengeluarkan ponselnya. Dengan cemas, ia menunggu telepon tersambung. “Hae!”

Wae? Kau sudah di rumah atau di rumah Eunhyuk?”

“Di rumahmu.” Jiyoo menggigit bibir. “Apa… aku boleh minta nomor ponsel ibumu?”

“Untuk apa? Ah, tapi baiklah. Tutup teleponnya dulu, akan kukirimkan untukmu.”

Tak sampai semenit sambungan terputus, denting pesan mengejutkan Jiyoo. Gadis itu butuh waktu agak lama untuk memutuskan menghubungi nomor yang diberikan Donghae. Rasa penasarannya menang. Ia menelepon ibu Donghae.

—–

Eunhyuk menendang kerikil di dekat kakinya. Untuk kesekian kalinya, ia mengangkat pergelangan tangannya, melirik jam tangan. Sudah hampir satu jam Jiyoo bilang akan membereskan pakaiannya.

“Pakaian macam apa yang dibawanya?” gumam Eunhyuk.

Lelaki itu baru tersenyum saat melihat Jiyoo keluar dengan sebuah koper besar. Jiyoo menarik benda itu dengan enggan. Eunhyuk bertanya-tanya apa koper besar itu sangat berat atau Jiyoo sudah kehilangan fungsi jjajangmyeon yang tadi dimakannya?

“Kau butuh bantuan?” Eunhyuk berlari kecil ke arah Jiyoo. Wajah gadis itu lesu, mendekati pucat. “Hei, ada apa?”

Jiyoo menggeleng pelan. Ia bahkan memaksakan seulas senyum aneh pada Eunhyuk. Nah, memang ada yang tidak beres. Sejak kapan Jiyoo tersenyum padanya?

“Hei,” panggil Eunhyuk. Ia menahan lengan Jiyoo saat gadis itu melewatinya. “Aku tanya, ada apa? Kau baik-baik saja?”

Jawabannya tidak. Eunhyuk bisa tahu itu karena tangis Jiyoo meledak. Gadis itu tersedu, terisak, sesenggukan. Eunhyuk hanya tahu gadis itu menangis dengan menyedihkan hingga rasanya ia juga merasakan sakitnya.

Kedua tangan Eunhyuk membingkai wajah Jiyoo. Ia menghapus air mata gadis itu dengan jempolnya. “Ayo pergi…”

Eunhyuk mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Setiap tiga menit sekali atau jika ia terpaksa berhenti saat lampu merah, ia akan memeriksa keadaan Jiyoo. Gadis itu tampak kecewa.

Ketika memasuki kota Seoul, Eunhyuk tak langsung menuju rumahnya. Ia memarkir mobil di sepanjang sisi sungai Han. Lelaki itu menghela napas berat sebelum keluar dari mobilnya. Tampaknya beban Jiyoo –apapun itu- sudah menular padanya juga.

Eunhyuk berlari ke sisi penumpang, membuka pintu dan berlutut. Ia bisa melihat Jiyoo tak bergerak dari kursinya. Sebenarnya apa yang terjadi pada gadis itu? Eunhyuk merasa kepalanya akan meledak.

“Kau baik-baik saja?”

Jiyoo mengangguk pelan.

“Kau bohong, kan?”

Kali ini Jiyoo menggeleng.

Eunhyuk mengembuskan napas yang membebani dadanya. “Jiyoo, katakan sesuatu agar aku tahu apa yang terjadi. Kau membuatku khawatir. Jangan begini. Kau bisa terus-menerus memarahiku, tapi jangan diam seperti ini.” ujarnya. “Kumohon.”

Jiyoo mengangkat wajahnya. Kedua matanya agak sembab. “Apa… kau bisa memelukku?”

Permintaan itu sangat mudah, sangat sederhana. Tak ada alasan untuk menolaknya. Eunhyuk menelan ludah dan mengulurkan tangan untuk menarik Jiyoo keluar. Dengan perlahan, ia melingkarkan lengannya ke pundak gadis itu.

Eunhyuk bisa merasakan Jiyoo membenamkan wajah di dadanya. Gadis itu bahkan menarik napas dalam-dalam. Eunhyuk tak bisa menahan diri untuk tak menepuk-nepuk pundak Jiyoo. Jelas sekali gadis itu membutuhkannya.

—–

Jiyoo duduk di kursi kayu panjang sambil menundukkan kepala. Rasanya ia masih susah bernapas. Walaupun begitu, sepertinya ia tak akan terlalu kesepian.

Eunhyuk berjalan cepat ke arahnya. Jiyoo bisa melihat lelaki itu membawa 2 kaleng jus. Mungkin agak aneh, tapi Jiyoo senang ia punya Eunhyuk saat ini. Tatapan Jiyoo beralih ke tanah. Ia menatap cincin yang masih terikat di tali sepatunya.

“Minumlah,” pinta Eunhyuk. Lelaki itu duduk di sampingnya. Jiyoo menolak bergerak, jadi Eunhyuk terpaksa membukakan kaleng jus untuknya. “Kau terlihat sangat sedih.”

Jiyoo menggeleng. Ia meneguk cairan dingin dalam kalengnya. “Aku pasti membuatmu takut.”

“Aku takut kau terluka,” Eunhyuk membenarkan.

“Eunhyuk,” suara Jiyoo terdengar parau di telinganya sendiri. “Kau minta aku menikah denganmu, kan?”

Eunhyuk mengangguk kemudian bergumam, “Seingatku begitu. Tapi kau sama sekali belum menjawabku.”

Jiyoo mendengus. “Kau baru melakukannya kemarin. Aku bahkan hanya punya waktu sebentar untuk menjawabnya.” Gadis itu menurunkan kaleng jusnya. “Seandainya… seandainya ada permintaan yang kuajukan, apa kau bisa mewujudkannya?”

“Apa ini semacam syarat pra-pernikahan?”

“Jangan konyol. Aku bahkan tak peduli kau menyebutnya sebagai apa.”

Eunhyuk terkekeh. “Kau akan menerima lamaranku atau tidak?”

“Kau akan mewujudkan permintaanku atau tidak?”

“Kau akan terus mengajakku bermain permainan yang tidak menyenangkan ini ya?” ujar Eunhyuk. Rasanya percuma jika ia meladeni semua permainan Jiyoo saat ini. “Aku akan melakukannya.”

Jiyoo tersenyum kecil. Sambil membungkukkan badan, ia melepaskan cincin yang terikat di tali sepatunya. “Pakaikan ini.”

“Kau… serius?”

“Apa seharusnya aku bercanda?” tanya Jiyoo.

Eunhyuk menghela napas. Jika memang semuanya semudah ini, berarti permintaan Jiyoo sama sekali tak akan mudah untuknya. Ia menggenggam cincin itu di tangannya. “Katakan permintaanmu.”

“Kau bisa memasangkan cincin itu lebih dulu,” Jiyoo menunjuk kepalan tangan Eunhyuk.

Cincin itu terasa panas di kulit Eunhyuk. Mungkin benda bersinar itu hanya ingin berada di jari manis pemiliknya. Eunhyuk menyimpan cincin istimewa itu sejak lama. Sekarang ia hanya harus menyematkannya di jari Jiyoo.

“Sebentar,” Eunhyuk meletakkan kaleng jusnya. Ia berlutut di depan Jiyoo. “Choi Jiyoo, apa kau bersedia menikah denganku?”

Jiyoo menatap Eunhyuk agak lama. Cincin yang disodorkan Eunhyuk pun seakan memanggilnya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam dan mengangguk.

“Aku bersedia.”

Jika ada perasaan yang bisa menggambarkan rasa lega, bahagia, bingung, dan terkejut secara bersamaan, Eunhyuk pasti sudah menggunakan kata itu sekarang. Lelaki itu tersenyum. Rasanya semua hal di dunia ini menjadi miliknya.

Ah, tapi yang paling penting adalah gadis di hadapannya ini akan menjadi miliknya.

Jiyoo merasakan debaran aneh dari jantungnya saat cincin menghiasi jari manisnya. Jemarinya yang biasanya polos, mulai sekarang akan ada yang berkilau di sana. Rasanya cincin itu berdetak seperti jantungnya sendiri.

Eunhyuk mengecup punggung tangan Jiyoo. Gelombang manis menyelimuti seluruh tubuh dan sendi gadis itu. Kenapa rasanya sangat benar jika ia membiarkan Eunhyuk memilikinya seperti ini?

“Nah, sekarang bagian sulitnya,” ujar lelaki itu. Senyum di wajahnya sama sekali tak melukiskan bagian sulit apapun. “Apa permintaanmu?”

Bisakah Jiyoo meminta ini dari Eunhyuk? Gadis itu meyakinkan diri bahwa Eunhyuk memiliki kekuasaan. Ia bisa melakukan hal itu dengan sangat mudah.

Jiyoo masih membayangkan gaun putih yang ditujukan untuknya. Satu-satunya hal yang bisa diusahakannya saat ini hanya menerima lamaran Eunhyuk. Lelaki itu bisa membantunya. Jiyoo tak peduli jika tindakannya ini terlihat terburu-buru, ia hanya ingin bertemu keluarganya.

Jika ada hal yang membuat Jiyoo menerima lamaran Eunhyuk, sudah pasti ada syarat yang harus dipenuhi lelaki itu. Jiyoo memang seperti ini. Ia kejam, suka memanfaatkan orang lain. Mungkin inilah sisi gelapnya. Sisi gelap yang dimilikinya.

Eunhyuk bisa menolaknya. Jiyoo tak akan keberatan. Jika lelaki itu ingin menikah dengannya, sisi gelapnya tak boleh dilupakan.

Tangan Eunhyuk menyentuh tangannya. “Jiyoo?” Lelaki itu tersenyum hingga senyum itu mematahkan setiap tulang Jiyoo. “Katakan saja. Aku tahu kau membutuhkan sesuatu dariku. Jangan merasa buruk karena sudah memanfaatkanku. Aku sama sekali tidak keberatan.”

Jiyoo merasa seluruh darahnya terhisap ke tanah. Lelaki itu memberikan jawaban yang tak mengejutkan, sebenarnya. Selalu sangat Eunhyuk. Mungkin justru itulah yang membuat Jiyoo ingin mengubur diri di tanah sekarang.

Apa tindakannya tepat?

Apa ia memang harus memanfaatkan Eunhyuk?

Apa… tidak bisa ia menerima lelaki itu tanpa syarat apapun?

Eunhyuk meremas tangannya. Jiyoo merasa lemas karena sentuhan intim itu. Rasanya Eunhyuk baru saja menyuntikkan sesuatu yang membuat Jiyoo semakin merasa bersalah.

Cincin di jari manisnya masih berpendar seolah memancarkan panas. Benda itu mati-matian meneriakkan bahwa Eunhyuk tak akan menolak. Lelaki itu tak akan keberatan.

Jiyoo merasa itu mungkin. Eunhyuk selalu jadi lelaki dengan kemungkinan paling besar untuk melakukan hal-hal konyol. Apa kali ini Jiyoo harus memanfaatkan hal itu untuk kebahagiaannya sendiri?

“Aku…” Jiyoo bergumam ragu. “Sebelum kita menikah, tolong temukan ayahku.”

===============TBC================

Hi, you guys! ^-^

Too much family-drama in here. My style as always. So I wont apologize. Kkk~

Did you find the new cast? Yups! It’s Jung Daehyun! Daehyun-chingu~ :3

Anw, I walked into the conflict. Well, not a hard one, but it’ll lead our main cast to the main theme. Wedding, rite? Let see what I have for you.

p.s: if you don’t know who Daehyun is, you better googling him or go watch B.A.P MV *all of em. xD* Wanna use Zelo or Jongup, but they’re too young. ;~; *poor this noona*

94 thoughts on “Marry Yoo! [3rd Step]

  1. donghae tetap dgn karakter dia yg easy going tp kenapa Q merasa ada sesuatu yg hilang ?

    akhirnya proposal di terima…pdhl menikmati sekali pertempuran sengit antara eunhyuk-ji yoo…

    keep writing,cinta !!!

    ditunggu kelanjutannya…

  2. yeay~ part 3’a kluar jg^^

    permintaan yoo terdengar biasa aja,tp knapa gejolak hati(?) yg di tunjukan’a terkesan seperti orang jahat yg meminta sesuatu (timbal balik mungkin) yg sulit#hyukjae’a sperti di manfaatkan.

    chingu,konflik’a jangan terlalu berat dong,suka kasian tau sy sma main cast’a.hyukkie~ Semangaaattt^^

    next’a,ditunggu…:)

    • Nah, itu dia. Jiyoo ngerasa buruk banget aja soalnya nerima hyuk pake syarat, seharusnya dia bisa aja nerima hyuk gak pake syarat apa-apa. 🙂
      Okeh, gampang lah masalah konflik itu. xD
      Makasihh syuda baca yaa~ ^-^

  3. aku baca cerita ini kenapa mau nagis yah??Ga tahu karena ji yoo atau eunhyuk oppanya.Tapi chemistrinya dapet.Bener-bener saya nyesek ngikutinnya.Ayo cepetan dikelarin dah.Dah ga tahan aye mikir endingnya.
    Yang penting jihyuk ttp eksis…^^
    Shella jjangg….#Angkat 2jempol…

  4. Heyaaaaa…. pinter banget ini nyempilin biasku di B.A.P ><
    Kirain bukan dahyun yg itu… ternyata… *kayang bahagia*

    too much drama? it's okay… i love fict with dramatic conflict… yay!!! xD
    entahlah, permintaan yoo bukan permintaan yg terlalu sulit (kayaknya) buat poo… bukan permintaan yg bikin poo ngelakuin hal serba salah. tp yoo kayaknya berat banget buat minta itu ke hyukjae :'|

    • Iya dongs kakak sayangs.. xD
      Daehyun yang itu. Yang itu……….. *mendadak ngiler*

      Hehe… dibuat kaya itu, soalnya yoo ngerasa jahat aja karna cuma manfaatin hyukjae.. ;~;
      Makasihh syuda baca kakak~ ^-^

  5. Huaaa eonni conflict.y udh mulai kliatan sprtinya…
    Idk what I’ve to say..too much drama?? Gak ah eonn, aku mlah suka dramatic conflict like this story so much
    d tnggu next part eonni… 🙂

    • Hehehe… yah mudah2an gak kebanyakan aja dramanya yah. Tetep fokus ke kehidupan JiHyuk selanjutnya kok. Wedding life~ xD
      Makasihh syuda baca yaa~ ^-^

  6. akhrnya yoo mw trima hyuk wlwpun bersyarat..
    aq suka bgd karakter lee hyukjae d sni..
    protektif tp maniz..
    astaga, mreka berdua byk byg.in adegan ciuman itu..
    aq jd ikt.an deg2.an..
    wkwkwk
    🙂

  7. ecie hyuk overprotective bgt dah… Yoo ampe dgtuin dah… Hahaha
    Pdahal dmen tuh kisseunya tp pura2 marah wkwkwk

    Dan yah akhrnya yoo nerima hyuk jg nih ye biar pke syarat ya tp gpp lah
    Hohoho

    Lanjutkaaaaan! Fighting! Makin seru nih…

  8. kyaaaaaaaaa finally…..>.< mau nangis liat ini publish :') eunhyuk lama-lama ngeselin ya, maksa mulu, tapi maksanya unyu. gimana dong kak?:"""" makin kesini aku makin suka sama cara penulisan kakak, ga kaku tapi ga ngebosenin tapi pake bahasa baku.-. alurnya juga, tambah gabisa ditebak jadinya penasaran :3 back to the story~ kok kayaknya daehyun jadi orang ketiga yang tiba2 muncuk mulu ya-_- kasian sama daehyun. tp orang ketiganya baik kebanyakan sih gitu.-. kalo disini ga tau gimana.-. masih belum bisa diterka.-. update soon kak shelaaaaaaa~ muah muah :*:* {}

    • Ahahaha~ kok mau nangis sih? Emang lama banget ya publishnya? Maap~ x’D
      Wah, pujiannya……..bikin terbang nih. Makasiiihh banyaaaks.. :’*
      Mmuah mmuah~ makasihh syuda baca yaa.. ^-^

  9. kYAAA suka… suka
    tiap hari nongol dibog ini, nyari kelanjutan marry yoo 😀
    gak salah oeh kalau aku langsung histeris pas nemu marry yoo step 3. hehe

    ku kebayang kiss mereka jadi senyam-senyum gak karuan, beuhh
    ketahuan YADONG-nya #Plakk 😀

    Eh aku jadi penasaran ayah yoo emang kemana?
    hilangkah? diculikkah? ==”

    Next… Next #colekKakShela ^^

  10. mata berkaca-kaca begitu maen kesini 3rd step dah publish!! kyakyakyakyaaaa
    Ituuu endingnya bikin geregetaaaaannnn T^T
    emang ayahmu kemana sih nak? dan aq penasaran sama perubahan ekspresi Jiyoo begitu dia nelp ibu hae. ada apakah gerangan? mari kita kupas bawang merah dan bawang putih *eh? #salahjudul

    next stepnya ditunggu diantosan diwaitingin (?) :* hehehe

  11. haha imej hyuk disini rada cerdas , jd laen dari biasanya akakak .
    tp keukeuh nya enyuk sma yoo tetep ada . dan msh penasaran kenapa ingetan yoo ilang setengah , apa donge bakal bnrn jd pihak ketiga ? dan knp tibatiba yoo pgn ktmu ayahnya ?
    uyeaah , shela u got me .—.
    i’m so curious yeaah~ *nyanyi* /plak/
    hee . waiting for next part laaah 🙂
    gogoooo~~~

  12. Suka bgt sm karakter hyuk disini,bener2 org yg plg ngertiin jiyoo,kalo diblg over protective bs ga ya?tp yg pasti hyuk romantis bgt sm jiyoo..
    Eits….gw suka gaya loe hae!terserah jiyoo mo marah toh ujung2nya agar yoo bahagia ma hyuk!!

  13. Donghae oppa atau Donghae….appa?
    abisnya di sini Donghae lebih berperan sebagai seorang appa ==

    Hyuk~ah….SARANGHAE >o<
    chuuu~~~ *3*
    persyaratan pra-weddingnya nggak susah kan buat seorang Lee Hyuk Jae?
    ganbatte ^o^

  14. eonnieeeeeeee sumpah demi apa aku sangat super duper iri sama jiyoo, bener deh eon, aku nggak boong.sumpahhh. itu itu aaaaa eonnie aku sumpah melting amet jadi jiyoo. kalau aku jadi jiyoo udah terbang duluan deh >< eunhyukkk nikahin aku jugaa siniiiiii aaaaaaa -__-
    eon, jangan buat jiyoo sama eunhyuk pisaah lah. jangan ada orang ketiga lah. sumpah demi ikan yang ada di dorm suju aku nggak ridho,
    biarkan saja mereka bahagia eonnire aaaa
    hmm syarat buat nikahin jiyoo lumayan nantangin juga ya. pokoknya gamau tau, eunhyuk pasti bisa mengatasi.
    LEE HYUKJAE FIGHTING!! aku bantu doa dari rumah otte ^^

    pokoknya chapter 3 aku tunggu ya, eon.

  15. kya..kya..kya… aku ketinggalan… *pooryuli 😦
    ah… Donghae yg pengertian *kissu
    Poo si pemaksa yg manis (?)*plakk
    n Yoo si penderiat (?) yg bahagia.. kekeke-

  16. Sumpah demi apa, disetiap ff author selalu bisa buat aku ‘gregetan’ dengan semua kata2 begitu juga jalan cerita dan karakter tokoh yang dibuat, perfect.

    Eunhyuk selalu mengerti Jiyoo, sweat banget sih uri oppa, makin cinta sama dia.

    Mau tanya nih, author jewels ya?

  17. Kerasa banget pusingnya donghae ngurusin hyuk sama jiyoo waktu mereka lagi makan jajjangmyeon hahaha
    Alesan hyuk masuk ke perusahaannya keren dan adaaa aja ide buat nyuruh daehyun naro meja yoo didepan ruangannya -_-
    Akhirnya jiyoo nerima lamarannya walaupun ada syaratnya pasti eunhyuk bisa nemuin ayahnya donggs ~

  18. d’terima jg lamaran unyuk,.. ‘tebar bunga’
    ckckckc,..

    wah, penasaran ap yg d’omongi ibu hae?
    trs kmn ayah jiyoo,..
    ok, d’tunggu part lanjutany,..
    fighting,.. 🙂

  19. aih aih aih
    ini gimana ini
    saya tambah jatuh cinta sama couple ini
    gak.masalah sama dramanya yg penting bukan tentang orang ketiga…hahahhhaha….tp.kalo memang mau dibuat begitu ya gak papa sehh tisak akan mengurangi kecintaan saya sama couple ini
    cepetan nikah dong…trus punya anak…..

  20. haduh shela tanggung jawab kamu aku megap megep bacanya
    eunhyuk yg protektif tapi aku suka banget
    dan akhirnya jiyoo nerima lamaran hyuk
    pasti deh nanti jiyoo cinta mati ama eunhyuk
    lanjut ya say ^^

  21. donghae, kanan kiri serba salah ahahaha
    suka ama karakter hyukjae disini, terkesan diktator tapi juga lembut
    yoo nya juga kaya yang ga nolak nolak amat -apa emang gak bisa nolak?- secara pesona nya hyukjae memabukkan giela hehehe
    supportshe-ya xD

  22. hiyaaa ada daehyun (*°∀°)=3
    donghae-ya betapa baiknya dirimu membantu seorang lee hyukjae ^^

    and finally lamaran eunhyuk diterima *nyalainpetasan*

    cuss part 4 (≧∇≦)/

  23. Annyeong, Sudah lama daku tak berkunjung,.
    Ffny keren, aq suka eunhyuk, selalu suka dy.
    Ditambh d ff ini dy jd cwo protectiv, dn perjuanganx itu loh.
    Q yakin yoo bakal jatuh hati sama poo.
    Tp apa donghae ga puny perasaan githu sama yoo? Secara kn mreka dah shbtn dr kecil.
    Truz, bakal ky apa lnjutanx si? Ortux yoo knp??
    Chap lnjutanx dah ada kn? Lanjut lg ah.. Annyeong

  24. finally finally finally!!!!!
    akhirnya lamaran hyukkie diterima,, dengan syarat… okesip Yoo eonni, again and again i have to said that it is soo jjang!! hyuk in happiness and sorrow at the same time,,

  25. wah, dah d’terima…
    tp da syarat’y??
    menemukan ayah kandung, butuh perjuangan nih… 😀
    lanjut next part.. hehehe

  26. makin ke sini makin penasaran..
    dan sekali lagi aku mengacungkan jempolku untuk karya eonnie… 😀
    suka sifat hae yang benar2 good friend..
    dan lee hyukjae.. yah dia selalu mempunyai caranya sendiri mengenai Yoo . ^^

  27. persahabatan eunhae bener2 menakjubkan… kompak banget… ahayyy..
    senyum2 sendiri kalo mereka gy berdebat…

    Lanjutttt!!!

  28. Oh, astaga. Bunuh saja aku sekarang juga!
    Lee HyukJae begitu mencintai Jiyoo, hingga mau ngelakuin apa ajj.
    Lee Dong Hae, suka banget karakternya disini tapi aku masih khawtir, tidakkah dia menyimpan perasaan ke Jiyoo?

  29. kok akuu mikirnya hae oppa juga suka sama jiyoo yaa?
    cuma dia ngalah aja krna hyuk oppa *sok tau* ._.v

  30. aaaahhhh seru! ^^ suka bahasa yg eonni pake 😀 keren ^^b
    waaahh jung daehyun >< pas ya bias nyempil ^^lol
    mau lanjut ahhhh kkkk~

  31. Jiyoo udah nerima lamaran eunhyu??
    Yeyyy…*nyalain petasan*
    eunhyuk pasti bisa nemuin ayah jiyoo..
    Eunhyuk hwaiting!

  32. Uwoooooooooowowowoowwwo hyukjaeeeeee saranghaeeee kekekek,,
    Hyukjae baiknya udah kga ketulungan Ɣå媪 walaupun ada iseng2 nya gtulah,,, みaみaみa

    Eonni ??? Bner apa gk Ɣå媪 aku panggil dirimu eonni,, Ɣå媪 udahlah gk papa anggap aja aku dongsaeng mu eonni #sbenernya gk mw di blang tua,, kekekek
    Aku mw lanjut bca dlu Ɣå媪 eonni,, papai,,
    ♡Öн̣̣̣̝̇̇̇H̲̣̣̣̥♡ iya aku lupa,, eonni aku udah asmara kenceng ama ini efef,,, heheheheh daebak pkoknya,,, \(◦’⌣’◦)/

  33. Astagaaaaaaa pas di part aawal berasa udh pernah baca tp paas di part ini lupaaaaaa hahahaa ini keren banget banget banget sukaaaa banget jarang ada ff yg bisa bikin aku ketawa ketawa pas enhyuk bilang bakal bikin dasi nya berantakan secara rutin dan pas donghae bilang “kau memanggilku oenni”. Sukaaaaaaaaa keren banget aaaa tiba tiba jatuh cinta sama lee hyukjae mmmuuuaaaah

  34. Karakter P&Y mulai keliatan di part ini…Poo yang selalu akan melakukan hal-hal bodoh untuk seorang Yoo dan Yoo yang akan memanfaatkan Poo ketika cintanya terhadap Poo memenuhi hatinya…well, mungkin tepatnya Yoo percaya bahwa Poo bisa benar-benar dia andalkan hehe and of course he is!

    Love Shela…love Poo…love this part ❤

  35. Eh iti gaun ibu jiyoo? Ibu jiyoo meninggal? Mengapa itu dikrim ke korea? Jiyoo tampak sedih.. So buat hyukjae cepet temuin appa jiyoo biar bisa cepet married^^ hwaiting!!

Leave a reply to She Cancel reply