Lovabook Story #8

-previously-

Hyukjae menggangguk-angguk sambil tersenyum. “Geurae? Kalau begitu, aku akan mengajakmu ke tempat kesukaanku. Ayo per-“

“Ajak Ibu juga, o?” Jiyoo dan Hyukjae menoleh bersamaan, ke arah yang sama juga. Wanita bermantel dengan tas tangan bermerk sedang berdiri di seberang Lovabook. “Apa kau tidak akan mengajak ibumu ini makan malam, Lee Hyukjae?”

“Ibu?” ulang Jiyoo. Ia sudah memandang lelaki di sampingnya sekarang.

Hyukjae menelan ludah kemudian menarik napas berat. “Eomma~~~”

=====================

Chapter 8

Lee Hyukjae menatap bergantian kedua wanita yang kini sudah duduk saling berhadapan; ibunya dan Choi Jiyoo. Mendadak suasana dalam restoran kecil ini terasa panas untuknya. Sudah setengah jam mereka bertiga duduk bersama tanpa ada yang berani –atau berhasil- mencairkan suasana.

Hyukjae mendesah. Seharusnya ia hanya berdua dengan Jiyoo, teman barunya, tapi tiba-tiba saja ibunya muncul tanpa pemberitahuan lebih dulu dan minta ikut bagian dalam acara makan malam ini.

“Choi Jiyoo.. itu namamu, kan?” ucap wanita paruh baya berkacamata itu.

Jiyoo mengerjap sesaat sebelum mengangguk sopan. “Ne. Ajumma, boleh aku bertanya?”

“Tanya saja,” ibu Hyukjae tersenyum kecil sementara Hyukjae sibuk melirik Jiyoo khawatir.

“Untuk apa Ajumma disini? Jujur saja, aku agak canggung berada disini dengan Ajumma dan,” giliran Jiyoo yang melirik Hyukjae, “lelaki ini.”

Ibu Hyukjae membelalakkan mata lalu membuang muka. “Lelaki ini? Kau sebut anak laki-lakiku ini dengan ‘lelaki ini’? Memangnya kau tidak tahu namanya?”

“Aku tahu. Lee Hyukjae, kan? Tapi seperti yang kubilang tadi, aku merasa canggung,” ujar Jiyoo tenang; mengabaikan tatapan tajam Hyukjae di sampingnya. “Karena bagiku lelaki ini adalah orang asing, dan aku selalu canggung bersama orang asing.”

“Yoo, bicara apa kau ini? Siapa yang orang asing?” Hyukjae tertawa hambar sambil menelan ludah. “Aniya, Eomma. Kami sangat dekat, aku bahkan memanggil Jiyoo dengan nama kecilnya. Kami hanya sedikit-“

“Aigooo~ Eomma tahu! Kalian sedang sedikit tidak akur, kan?” terka ibu Hyukjae cepat.

Kali ini Jiyoo yang melebarkan mata. “Tidak akur?”

“Pasangan kekasih memang seperti itu,” ucapnya lagi. “Nona, aku tahu anak ini mungkin sering menyulitkanmu-“

“Selalu,” ralat Jiyoo pelan.

“Tapi dia ini anak baik, walaupun memang kadang caranya salah. Pasti kau juga ikut membantunya untuk kabur pada acara kencan buta minggu lalu. Benar, kan?” tanya ibu Hyukjae. Ia lalu menyikut lengan Hyukjae. “Kau tidak bilang kau sudah punya pacar, jadi Eomma terus mencarikan gadis yang menurut Eomma cocok untukmu. Aigoo~ anak nakal!”

Hyukjae mengerjapkan mata berkali-kali. “Pacar?”

“Gadis ini.. pacarmu, kan? Karena itu dia membantumu kabur dari kencan buta dengan anak Nyonya Song waktu itu,” jelas wanita berambut gelap sepundak itu.

“Aa~ anak Nyonya Song.. benar,” Hyukjae membasahi kerongkongan yang kering dengan meneguk teh hangat di depannya. “Choi Jiyoo ini-“

“Aku bukan pacarnya, Ajumma. Bukankah sudah kubilang dia ini hanya orang-“

“Eomma, kami sedang bertengkar, jadi dia bersikap seperti ini,” potong Hyukjae. Lelaki itu memalingkan wajah pada ibunya, tak peduli dengan Jiyoo yang sudah menginjak kakinya di bawah meja. “Choi Jiyoo ini memang.. pacarku.”

Ibu Hyukjae mendadak tersenyum lebar. “Jinjja? Sejak kapan?”

“Eh? Sejak kapan?” Hyukjae tampak berpikir dan sekali lagi tak ingin minta pendapat Jiyoo. “Sejak sebulan yang lalu. Benar, sebulan yang lalu aku.. bertemu dengannya di sebuah pes.. ta?” ujarnya tak yakin. Ia melirik Jiyoo, minta bantuan.

Jiyoo menghela napas lalu tersenyum kecil. “Ajumma, kurasa anakmu sudah mabuk.” Dengan cepat ia mendorong kursi ke belakang dan berdiri. “Kalau tidak ada yang bisa dibicarakan lagi, aku pamit.”

“Oh? Mau kemana kau, Nona? Kita belum selesai makan,” ibu Hyukjae menahan tangan Jiyoo, membuat gadis muda itu terkejut. “Duduklah sebentar lagi. Kalau kau tidak nyaman dan hanya ingin bicara berdua dengan Hyukjae, akulah yang harus pamit, bukan?”

Wanita itu mengambil mantelnya dan berdiri dari tempatnya. Hyukjae mengerutkan kening. “Eomma, mau kemana?”

“Aishh.. bodoh! Tentu saja pulang, Eomma tidak mau mengganggumu dan pacarmu ini,” ucapnya. Ia kemudian berbisik, “Lain kali bawalah dia ke rumah..”

Hyukjae melongo sesaat sebelum berhasil membalikkan badan menghadap ibunya yang sudah menjauhkan diri. “Bawa ke rumah?”

“Aku mau pulang,” kali ini Jiyoo bangkit lagi dari kursinya. Tapi Hyukjae berhasil menarik tangannya. “Apa lagi?”

Hyukjae mengangkat tangan kirinya. “Tidak mau benda ini kembali?”

Jiyoo memandangi gelang yang masih terpasang di pergelangan tangan lelaki itu kemudian duduk kembali. “Kembalikan..”

Dengan senyuman tipis, Hyukjae melepaskan benda itu dari tangannya. Lelaki itu lalu berlutut di depan Jiyoo dan memasangkan untaian gelang ke kaki kanan Jiyoo. Setelah selesai, Hyukjae mendongak, menatap wajah gadis itu dari bawah. “Ja~ sudah, kan?”

“A-aku bisa memakainya sendiri,” Jiyoo memalingkan wajah dari Hyukjae lalu berdiri. “Urusan kita sudah selesai. Aku mau pulang..”

Hyukjae hanya diam sambil memerhatikan punggung gadis itu keluar restoran. Ia kemudian tersenyum lebar. “Aneh.. sepertinya tadi wajahnya merah.”

“Lee Hyukjae! Kerja bagus!!” tiba-tiba ibu Hyukjae masuk ke dalam restoran lagi dengan mata berbinar-binar. Wanita itu memukul lengan anaknya pelan. “Kau belajar banyak dari drama ya? Caramu berlutut dan memakaikan gelang di kakinya… romantis sekaliii!!”

Sementara ibunya mengoceh tak karuan, Hyukjae hanya melongo. “Eomma.. kenapa masih disini?”

“Tch~ kau pikir Eomma bisa pergi begitu saja dan meninggalkan gadis tadi denganmu? Eomma mengkhawatirkannya,” ucapnya santai.

Hyukjae mendesis kesal. “Memangnya Eomma pikir anak Eomma ini lelaki macam apa? Aku mau pulang.”

“Tunggu! Kau dan gadis itu, benar-benar pacaran, kan?” tanya ibunya lagi. Ia kemudian berdeham, “Kalau sampai kau dan dia tidak pacaran tapi kau berani mengacaukan acara kencan butamu sendiri, aku tidak akan ragu lagi untuk menyeretmu ke depan Song Chaeri lalu langsung menikahkan kalian!”

Mendadak kepala Hyukjae dibayangi oleh ekspresi wajah gadis yang terkejut karena panggilan maniak Choi Jiyoo. Ia menelan ludah saat membayangkan harus menikahi gadis dengan usia belum genap 20 tahun yang menganggapnya maniak. Gadis-tak-beruntung itu tidak akan melihatnya sebagai orang normal, kan?

Ibunya menarik kursi lalu duduk sambil memerhatikan Hyukjae. “Jadi?”

—-

Choi Jiyoo berjalan cepat meninggalkan restoran tadi sambil mengatur debaran jantungnya sendiri. Perlahan-lahan ia melambatkan langkahnya sebelum benar-benar berhenti di tempat pemberhentian bis. Gadis itu duduk di salah satu bangku bercat putih.

Tak lama kemudian sebuah bis hijau tampak dari persimpangan jalan dan berhenti di depannya.

Jiyoo mengangkat kakinya masuk ke dalam bis dan langsung menempatkan tubuh di kursi paling belakang; yang paling panjang dengan tanpa satu penumpang pun disana. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi sambil memejamkan mata.

“Aneh sekali.. aku tidak punya penyakit jantung tapi kenapa begini?” gumamnya.

Gadis berjaket putih itu meraba dada kirinya sendiri dan menemukan debaran tak beraturan disana. Ia menelan ludah lalu menundukkan kepala, berusaha melihat gelang kaki yang sudah kembali teruntai indah di pergelangan kakinya.

Lalu sekali lagi bayangan lelaki itu memenuhi kepalanya; bayangan Hyukjae yang berlutut dan memasangkan gelang untuknya.

“Orang aneh..” ucapnya pelan.

Saat sampai di pemberhentian bis berikutnya, Jiyoo turun. Jalanan menuju apartemen kecil Park tidak dekat, jadi ia punya banyak waktu untuk mencuci bersih pikirannya dari lelaki aneh yang belum genap 24 jam jadi temannya.

Jiyoo menendang-nendang kerikil sepanjang jalan. “Aku tidak punya alasan untuk berdebar karena orang itu.”

Berkali-kali menggumamkan hal itu seharusnya membuat Jiyoo yakin bahwa ia memang tak punya alasan untuk itu, tapi nyatanya debaran jantungnya tidak memihaknya kali ini.

“Kenapa jalan kaki?” suara yang terdengar tiba-tiba itu membuat Jiyoo mengerutkan kening sambil mencari asal suara. Dengan diterangi sedikit cahaya lampu jalanan, Choi Siwon tersenyum menyambut gadis berkuncir kuda itu. “Mana taksimu?”

Jiyoo balas tersenyum –senyum kaku. “Aku sedang ingin naik bis. Kau– Oppa sedang apa?”

“Menunggumu, gadis bodoh,” ujarnya. Siwon kemudian mengulurkan tangan besarnya ke arah Jiyoo. “Ayo pulang..”

Walaupun sedikit enggan, tapi Jiyoo menyambut uluran tangan itu. Ia bisa saja menepisnya dan bertingkah seperti anak kecil yang sok dewasa, tapi saat ini ia tak mau begitu. Jiyoo bisa merasakan tangan besar itu menghangatkannya.

Siwon tersenyum kecil sambil menoleh ke arah Jiyoo. “Kau seperti anak kecil..”

“Kalau begitu lepaskan tanganmu, aku bisa jalan sendiri,” balasnya tak acuh. Tapi bukannya mendapat jawaban sinis dari Siwon, Jiyoo malah mendengar lelaki itu tertawa. “Kenapa tertawa?”

“Maaf,” ucapnya pelan. Siwon sama sekali tak menghapus senyum dengan lesung pipi untuk Jiyoo. “Kalau aku menggandeng tanganmu seperti ini, kau seperti gadis kecil yang dulu suka membuntutiku..”

Jiyoo mendengus lalu menepis tangan Siwon. “Aku bukan anak kecil!”

Gadis itu berjalan mendahului Siwon sambil melipat kedua tangannya di dada. Siwon tertawa lagi lalu buru-buru mengejar adiknya. “Ya! Cepat sekali marahnya, kukira kau akan bertahan lebih dari lima menit.”

“Kalau begitu kau salah perkiraan,” cibir Jiyoo. Saat Siwon berhasil menyusulnya dan kembali menggenggam tangan kecilnya, Jiyoo bergumam. “Cepatlah cari istri dan berhenti menggangguku!”

Siwon pura-pura berpikir lalu menjawab, “Itu kan tugasmu..”

“Aku tahu, tidak perlu kau ingatkan,” Jiyoo balas menyahut. “Minggu depan akan kucarikan gadis bodoh yang mau dinikahi olehmu.”

“Minggu depan? Sepertinya kau jadi betah disini. Apa sudah bertemu banyak teman baru?” tanya Siwon.

Jiyoo diam sejenak. Kata ‘teman’ itu membawakan potongan gambar lelaki dengan senyum lebar yang kadang menyebalkan. Jiyoo menggeleng pelan. “Aku tidak betah disini,” ujarnya. “Dan aku tidak punya teman.”

—-

“Sebenarnya kami hanya teman, Eomma,” jawab Hyukjae setelah lebih dari satu menit berpikir. Ia tidak punya jawaban lain yang lebih bijaksana dari ini, tapi ia juga berharap jawaban ini bisa membuat ibunya kembali waras.

Ibunya mengangguk-angguk paham. “Teman? Kau yakin?”

“Kenapa aku harus tidak yakin? Kami memang teman, tidak-“

“Kau yakin mau menikah dengan Song Chaeri besok?” potong ibunya.

Hyukjae membelalakkan mata lebar. “Eomma~~~ kenapa harus mengancamku begini? Gadis itu –Choi Jiyoo- memang temanku. Kalau aku berani mengubah statusnya, dia bisa menolak bertemu denganku lagi. Eomma harus tahu tidak mudah menjadikanku temannya.”

“Sejak kapan?” tanyanya. “Sejak kapan kau kenal dengannya?”

“Eh? Tidak lebih dari seminggu,” jawab Hyukjae mengambang. “Dia tinggal di apartemen Hyunyoung.”

Ibunya kembali mengangguk-angguk pelan. “Lalu sejak kapan kau menyukainya?”

“Menyukainya? Menyukai siapa? Choi Jiyoo? Aku tidak menyukainya,” Hyukjae menjawab cepat.

“Lalu kenapa kau mati-matian menjadikannya teman? Apa dia sehebat itu?” gumam ibunya. “Usianya juga pasti tidak jauh beda dengan Song Chaeri, tapi kau mengomel soal umurnya yang belum genap 20 tahun.”

Hyukjae diam; benar-benar kalah telak dari ibunya. Kalau soal bicara seperti ini ibunya memang tak terkalahkan, jadi percuma saja berdebat dengannya.

“Memangnya kalau kubilang dia itu pacarku atau orang yang kusukai,” Hyukjae menelan ludah, “apa Eomma tidak akan menikahkanku paksa?”

Ibu Hyukjae tersenyum mencurigakan lalu menepuk pundak anaknya. “Tidak. Jadi dia itu pacarmu?”

“Aku tidak bilang begitu,” kilah Hyukjae.

“Kalau begitu dia orang yang kau sukai?” tanya ibunya lagi.

Hyukjae menggaruk-garuk pipinya pelan lalu menjawab, “Aku juga tidak bilang begitu..”

“Lalu sebenarnya dia siapa, Lee Hyukjae?” ibunya mulai kesal dan tak sabar. “Kalau jawabanmu masih mengambang dan tidak jelas, berarti kau benar-benar siap menikah dengan Song Chaeri, mengerti?”

Untuk beberapa saat kepala Hyukjae berpikir keras, mencari cara supaya ia tidak terlibat masalah lagi dengan ibunya. Tapi di sisi lain ia juga tak boleh membuat Jiyoo mendapat masalah dari ibunya.

Hyukjae menghela napas berat.

Masalahnya kalau ia bilang Jiyoo dan dirinya hanya teman –mengingat sifat keras kepala ibunya, ia bisa benar-benar diseret untuk menikah. Sementara kalau ia asal menjawab soal Jiyoo –mengingat sifat Jiyoo yang sama-sama keras kepala, gadis itu tak akan ragu untuk memburunya.

Apapun yang nanti dipilihnya, tak ada yang tak menyulitkan Hyukjae..

—-

The next day..

Sinar matahari menelusup masuk menembus kaca persegi yang menghadap langsung ke ranjang Choi Jiyoo. Gadis itu bergerak-gerak sebentar lalu kembali merapatkan selimutnya. Dalam hitungan detik, ia dengan susah payah duduk di ranjang birunya.

Sambil mengacak-acak rambutnya asal, Jiyoo bergumam. “Wajah laki-laki bodoh itu seperti lem super..”

Samar-samar bayangan mimpinya muncul lagi; wajah Lee Hyukjae dalam ukuran HD dengan senyuman lebar yang mengarah pada Jiyoo.

Jiyoo memutar bola mata kemudian merebahkan tubuhnya lagi ke ranjang. Sambil menerka-nerka apa otaknya masih bekerja normal atau tidak, ia memainkan gelang kakinya. Semakin ia pandangi benda mengkilat itu, Jiyoo semakin bisa melihat wajah Lee Hyukjae yang berlutut di depannya.

“Lem super bodoh,” desisnya.

“Yoo?” suara Siwon terdengar bersamaan dengan ketokan pintu. “Kau sudah bangun?”

Jiyoo turun dari ranjang, merapikan rambutnya sebentar lalu membuka pintu dengan cepat. “O, kenapa?”

“Ajumma sudah menyiapkan sarapan, kau turunlah,” ucapnya. Siwon baru saja akan meninggalkan adiknya di depan pintu saat ia kemudian berbalik. “Tapi mandilah dulu, o?”

Sambil mendengus, Jiyoo menyahut. “Kau makin mirip Eomma..”

“Aku juga anaknya,” ujar Siwon sebelum benar-benar menuruni tangga.

Tanpa lelaki itu sadari, Jiyoo masih terpaku di tempatnya berdiri. Sebenarnya tak ada yang salah dengan ucapan Siwon –seandainya lelaki itu memang benar-benar kakak kandungnya.

Jiyoo tersenyum sinis. Entah keluarga macam apa yang dimilikinya sekarang.

Ibu kandungnya menikah lagi dengan kakak mendiang suaminya. Kakak sepupu yang seharusnya tetap menjadi sepupunya mendadak berubah peran jadi kakak tirinya. Tak cukup dengan itu, seseorang yang seharusnya jadi pamannya malah jadi seseorang yang harus dipanggilnya dengan panggilan Ayah.

Untuk beberapa waktu di masa lalu, Jiyoo merasa Tuhan mempermainkan nasibnya. Jadi bahan cercaan dan cemoohan di awal pernikahan ibu dan pamannya adalah sesuatu yang tak mudah dilupakan untuk anak berumur enam tahun. Itulah salah satu alasan pamannya –atau ayah barunya- itu membawanya ke Jepang.

Dan Siwon? Lelaki itu selalu berkoar bahwa ia juga anak ibu Jiyoo.

Mungkin hal itu juga yang membuat Jiyoo agak canggung dengan Siwon. Tak selamanya ia bisa bersikap santai dengan lelaki itu. Terutama saat Siwon mengatakan hal yang selalu membuatnya tak nyaman.

Jiyoo mati-matian mencoba untuk tetap bernapas dan melupakan emosi tahunannya. Sambil menyambar handuk putih di gantungan kamarnya, Jiyoo membuka pintu dan melenggang masuk ke kamar mandi.

“Sedikit air dingin akan menghilangkan perasaan ini,” gumamnya pelan.

—-

“Oh, Oppa, mana Jiyoo?” Park Hyunyoung muncul dari dapur dan menemukan Siwon duduk sendirian di salah satu kursi di ujung meja makan. Gadis itu meletakkan empat piring di tepi meja.

Siwon tersenyum lalu berdiri dan membantu menyiapkan piring. “Dia sudah kubangunkan, mungkin tidur lagi.”

“Dasar Nona Muda,” komentar Hyunyoung sambil terus sibuk dengan piringnya.

“Jiyoo sedang mandi,” potong Nyonya Park yang mendadak muncul dan menepuk kepala Hyunyoung pelan. Wanita itu berbisik pada putrinya, “Jangan komentar sembarangan!”

Hyunyoung mengusap-usap kepalanya lalu balas berbisik. “Itu spontan.”

Saat semua piring sudah rapi di tempatnya, Hyunyoung duduk lebih dulu. Tangan kiri menopang dagu sementara tangan kanannya menyambar sendok. Tapi kemudian ia bangkit lagi begitu mendengar ketukan dari pintu apartemennya.

“Nuguseyo?” serunya dari balik pintu. Hyunyoung mengerutkan kening saat melihat lelaki yang berdiri di depan pintunya. “Ya! Sedang apa kau di rumahku?”

Lelaki –yang ternyata adalah Lee Hyukjae- itu tersenyum kecil. “Memangnya aku dilarang datang kesini?”

“Tidak. Tapi kau tahu kan disini tidak boleh membawa hewan peliharaan?” sahut Hyunyoung asal. Ia melebarkan pintu agar temannya itu bisa masuk. “Mau apa?”

Hyukjae tampak berpikir sejenak. “Mm.. aku mencium aroma sup kimchi, jadi tolong berikan aku itu saja. Lalu kau bisa membuatkanku teh hangat, kan?”

“Cih~ kau pikir rumahku ini restoran?” omel Hyunyoung. “Siapa yang menawarimu sarapan? Maksudku tadi mau apa kau ke rumahku, bodoh..”

Sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah, Hyukjae berbisik. “Choi Jiyoo.. mana?”

“Jiyoo?” ulang Hyunyoung pelan –tidak cukup pelan karena ibunya dan Choi Siwon masih bisa mendengarnya. Sadar suaranya terlalu nyaring, Hyunyoung balas berbisik, “Mau apa mencarinya?”

“Ada urusan,” jawabnya. Hyukjae menambahkan, “Urusanku dan dia. Tidak ada hubungannya denganmu.”

Hyunyoung mendengus. “Aku juga tidak mau mengurusi masalahmu dan dia.”

“Lalu,” Hyukjae kembali memerhatikan penjuru rumah, “dimana dia?”

“Jiyoo-ssi, sudah siap sarapan?” suara Nyonya Park membuat Hyukjae buru-buru melongok ke ruang makan. Lelaki itu menajamkan matanya ke arah pandangan Nyonya Park –yang terarah ke tangga- dan menemukan gadis berambut panjang yang setengah basah menuruni tangga.

Dengan senyum lebar, Hyukjae berseru. “Yoo!”

—-

Siwon tersenyum mendengar teguran Nyonya Park. Baru saja ia akan menyambut Jiyoo saat suara asing lain mendahuluinya. Siwon langsung menoleh spontan ke arah suara itu.

Sambil menautkan kedua alisnya, Siwon menampakkan raut bingung. Siapa laki-laki yang baru saja memanggil Yoo-nya?

Jiyoo yang masih terkejut dengan kemunculan ‘teman’ barunya itu masih melongo. Ia lalu mengerjap-ngerjapkan mata. “Kau! Kenapa ada disini?”

“Anak ini mencarimu,” sahut Hyunyoung. “Justru aku yang mau tanya, apa kalian menjadikan rumahku sebagai tempat berkencan?”

Siwon memandangi Hyunyoung lalu beralih pada Jiyoo. “Kencan?”

“Yoo, aku mau bicara sebentar,” Hyukjae mengabaikan semua tatapan bingung semua orang dan menghampiri Jiyoo di tepi tangga. “Bisa bicara di luar.. kan?”

Jiyoo mengerutkan kening. “Kau hanya mau bicara denganku?”

“O, ada hal penting, sangat penting yang harus kutanyakan,” ucapnya. Hyukjae meraih tangan kiri Jiyoo yang menyeretnya keluar apartemen. Lagi-lagi mengabaikan tatapan penasaran yang dipancarkan tiga pasang mata di rumah itu.

Hyunyoung menggeleng-gelengkan kepalanya lalu kembali duduk manis di kursi ruang makan. “Dasar..”

“Hyun-ah,” panggil Siwon, membuat Hyunyoung menoleh ke arahnya. “Siapa laki-laki itu?”

“Oh.. dia teman kerjaku, Oppa. Namanya Lee Hyukjae,” jawab Hyunyoung santai.

Siwon mengangguk paham kemudian bertanya lagi. “Dia temanmu, lalu kenapa menarik Jiyoo?”

Baru saja Hyunyoung akan meneguk secangkir teh hangat saat tiba-tiba ia mengurungkan niatnya. “Ah.. benar juga. Kenapa ya..?”

—-

Hyukjae menuntun Jiyoo sambil tetap menggenggam tangannya menuruni tangga apartemen dan berhenti di depan gedung. Sambil mengatur napas yang agak terengah-engah, Jiyoo melepaskan tangannya dari Hyukjae. “Kau gila ya?”

“Nyaris sinting,” ralat Hyukjae.

Jiyoo menatap lelaki di sampingnya dengan pandangan aneh. “Mau menyusahkanku lagi?”

“Waaah.. ternyata kita memang sudah ditakdirkan untuk selalu saling memahami,” puji Hyukjae. Sambil tersenyum lebar, ia menelan ludah. “Menikahlah denganku..”

Untuk beberapa detik Jiyoo menghabiskan waktunya untuk mencerna ucapan Hyukjae, tapi kemudian tanpa ragu ia menyentuhkan telapak tangannya ke kening lelaki itu. “Kau pasti benar-benar sudah sinting.”

“Aku serius!” tegas Hyukjae. Lelaki itu berlutut sekali lagi di depan Jiyoo. “Would you be my bride?”

=========================

KYAAA.. KYAAA.. Kami menikahh~~~~! *seret Poo ke musola terdekat (?)

Sebelumnya aku mau curhat bentar, dari tanggal 29 kemaren perasaanku bener-bener mix. Temen-temen suda lulus tes SNMPTN, tapi pada pisah. Sedihh banget kayanyaa.. Encizh jugaa.. akhirnya perjalanan 12 taun bareng2 bakal segera tamat.. ;;_____;;

Dan temen-temen yang justru gak lulus SNMPTN, berasa banget sedihnya buat aku. Cuma bisa ikut berdoa supaya nanti bisa dapet yang terbaik. Insya Allah ada jalan lebih baik yang disiapin Allah buat kalian, teman.. Abang sampe down, dan akhirnya malah nangis-nangisan semalem.. 😦 

Uri Jagiya juga.. Semangaaaatt~~~ ILY.. :*

Buat readers.. Hai~ apa kabar? *lho?* Minta komennya aja tetep, gak komen dosa..!! XD